PULAU JAWA DAHULUNYA ADALAH PULAU SUNDA

Pegunungan Nusa atau Pulau (P) Jawa disebut Pegunungan Kendeng yang secara geologis terbentuk akibat subduksi atau pertemuan tiga lempeng (L) besar, yaitu L. Eurasia, L. Indoaustralia dan Pasifik sekaligus sebagai pancang, paku atau "saka" bagi keselarasan dan keseimbangan dunia. P. Jawa berada pada posisi ujung tenggara berbatasan langsung dengan samudera Indonesia. 

Secara sederhana dapat dilihat dalam peta dunia, posisi P. Jawa jika dilihat dari jalur pergerakan lempengan, merupakan landasan, penahan atau penyangga bagi pulau-pulau (benua) lain, terutama yang tersebar di belahan dunia bagian utara (Eropa dan Asia).

Dalam jejak sejarah dan budaya, posisi strategis di atas diabadikan dalam konsep pola dan struktur ruang P. Jawa dengan wilayah ujung barat sebagai 'Sanghyang Sirah' dan wilayah ujung timur sebagai 'Sanghyang Dampal'.

Dalam konsep pola ruang tradisional, kata 'sanghyang' meruju pada penetapan sebuah kawasan yang berfungsi sebagai kawasan pelestarian atau konservasi. Lebih jauh dan mendasar lagi, kata tersebut terkait dengan sistem religi atau keagamaan, sehingga selain sebagai fungsi konservasi juga disucikan ('lemah soci/lemah larang'). Siapa pun dilarang mengganggu atau merubah tatanan kawasan tersebut, dibiarkan utuh dan alami.

Kenapa terdapat sistem religi di atas? Jika ditelusuri lebih dalam, sistem kepercayaan yang dianut penghuni 'Sunda Land' menyatakan bahwa tidak semua penciptaan alam ini dapat dijangkau secara indrawi (fisik), tetapi melalui pendekatan spiritual (metafisik). Maka, jenis wilayah khas dan tidak tergantikan ini dikembalikan kepada Sang Pencipta sebagai kawasan sakral, suci atau larang. Hal ini sama dalam menyakini puncak-puncak gunung sebagai kawasan larang (larangan/titipan) dan suci. Siapa yang mampu menggantikan fungsi puncak gunung dalam menjaga tatanan kehidupan ini? Tidak seorang pun kecuali Sang Pencipta.

Dalam konsep struktur ruang, P. Jawa adalah 'sirah' atau bagian kepala. Kepala di sini adalah yang dituakan, sesepuh atau 'kokolot'. Dalam naskah kuno Sunda disebut pemangku jagat daranan (kemakmuran/spiritual). Dalam cerita rakyat, tugas sesepuh adalah 'ngasuh ratu ngayak menak' (menjaga pemerintah dan kaum terpelajar/ilmuan). Dan, tidak dapat dipungkiri, sejarah mencatat, bahwa kerajaan, khususnya di P. Jawa, berasal dari wilayah Jawa bagian barat.

Jika kembali kepada penjelasan awal, penulis menyakini bahwa pola dan struktur ruang P. Jawa sangat terkait dengan fenomena geologi di atas. Dan fenomena tersebut adalah bagian yang tidak tergantikan, sehingga penetapan kawasan yang diyakini sebagai penopang keberlangsungan kehidupan tersebut harus tetap dijaga  

Sudut pandang kita akan pentingnya menjaga kawasan akan lebih luas menembus batas-batas sejarah peradaban manusia. Maka pentingnya menjaga Taman Nasional (TN) Ujung Kulon, Banten bukan karena pelestarian badak atau TN Alas Purwa, Jatim dengan pelestarian banteng serta adanya sistem budaya tertentu semata
________________
Wilujeng mancen tugas ngariksa Nusa Jawa Kulon 2020. Deugdeug tanjeur na juritan, andegleng. Rahayu sapapanjangna, rahayu kersaning Gusti 🙏🌿
#rahmatleuweung2020
#patanjala
#pepeling
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment