Sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah dengan benteng dua gunung yaitu Gunung Merbabu dan Gunung Merapi ini memiliki karakter tersendiri, kota dengan ikon sapi karena Boyolali merupakan kota penghasil susu terbesar di Indonesia, maka jangan heran jika berkunjung ke Boyolali akan disuguhkan dengan patung-patung sapi sampai ke pelosok desa dan perkampungan, Boyolali berasal dari kata Boyo atau bahaya dan lali atau lupa/melupakan, jadi Boyolali memiliki pemaknaan melupakan atau mengabaikan bahaya, jika melihat pemukiman masyarakatnya yang berada diantara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu jelas berada di zona yang sangat berbahaya jika gunung meletus, namun mereka nyaman tinggal berada diwilayah yang benar-benar berbahaya terutama Kecamatan Selo.
Berdasar cerita lokal asal mula nama Boyolali tidak lepas dari kisah perjalanan Kyai Ageng Pandan Arang menuju ke Tembayat untuk melakukan syiar Islam. Alkisah, Kyai Ageng Pandan Arang atau Tumenggung Notoprojo adalah seorang bekas bupati di Semarang. Menurut ramalan Sunan Kalijaga, Kyai Ageng Pandan Arang nantinya akan menjadi Wali Penutup menggantikan kedudukan Syech Siti Jenar. “Wisikipun Sunan Kalijaga sampun priksa yen Kyai Ageng Pandan Arang punika ing tembe dados tiyang mukmin saged dados Wali Penutup anggentosi Syech Siti Jenar”.
Pada suatu ketika, Kyai Ageng Pandan Arang pergi ke Jabalkat di Tembayat bersama isterinya, Nyai Ageng Kaliwungu atau Nyai Ageng Karakitan, beserta puteranya yang bernama Pangeran Jiwo. Di dalam perjalanan tersebut usai dirampok di daerah yang sekarang dinamakan Salatiga, Nyai Ageng tertinggal jauh di belakang. Maka ucapnya, “Baya wis lali, Kyai teko ninggal aku”. Sumber lain menyebutkan, “Baya lan mami, adarbe garwa maring sun”. Tempat berkata Nyai Ageng tersebut sampai sekarang disebut Boyolali.
Tentang nama Boyolali, MS. Hanjoyo dalam Berita Buana (1976) menulis: Kira-kira 25 Km dari Salatiga, dalam perjalanannya, Kyai Ageng Pandan Arang duduk di atas batu besar sambil menanti isteri dan anak-anaknya yang masih jauh di belakang. Setelah lama dinanti tidak juga datang, Kyai Ageng Pandan Arang berkata, “ Baya wis lali wong iki”. Tempat itu kemudian disebut Boyolali. Letak batu besar tersebut sekarang di belakang Gedung Sana Sudara Boyolali. Karena dinanti lama tidak juga datang, maka Kyai Ageng melanjutkan perjalanan. Ketika Nyai Ageng sampai di tempat Kyai Ageng beristirahat tersebut, dilihatnya Kyai Ageng Pandan Arang sudah tidak ada. Nyai Ageng berkata, “Kyai, baya wis lali aku, teko ninggal bae”.
Boyolali khususnya selo yang berada diantara gunung merapi dan gunung merbabu benar-benar berada dalam zona bahaya jika terjadi letusan pada gunung tersebut, namun kepercayaan masyarakat yang begitu kuat sehingga bahaya tersebut diabaikan, karena mereka yakin tuhan akan melindungi wilayah mereka, tatanan kehidupan masyarakat yang memiliki karakter sehingga nampak pembangunan yang merata sampai ke pelosok perkampungan dengan ikon sapinya, maka jangan kaget jika berkunjung ke Boyolali akan menemukan patung-patung sapi dimana-mana.
Boyolali salah satu wilayah di Jawa Tengah yang memunculkan ikon kebanggaannya, karena belumlah seluruh wilayah di Indonesia yang memunculkan ikon kebanggaan wilayah, Boyolali memunculkan ikon sapi lembu sora sebagai kebanggaan dan unggulan sehingga bagi siapapun yang mengenal Boyolali pasti akan langsung tertuju pada ikon sapi dengan oleh-oleh khasnya yaitu permen susu karena Boyolali merupakan wilayah penghasil susu.
Blogger Comment
Facebook Comment