GUNUNG SIRNALANGGENG KARAWANG

Hancurnya Gunung Sirnalanggeng Karawang, Photo : Pepeling

Berdasar keterangan alquran “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak?” (An Naba', 78: 6-7), lain lagi cerita dengan apa yang terjadi di Kabupaten Karawang khususnya apa yang terjadi pada Gunung Sirna Langgeng yang berada di Desa Cintalanggeng Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Karawang yang dibiarkan dieksploitasi dalam bentuk pertambangan batu andesit oleh pengusaha.  Bumi, air, udara dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang merupakan karunia tuhan untuk kesejahteraan manusia di muka bumi ini. Lebih terangnya lagi, bahwa seluruh kekayaan alam baik yang ada di permukaan bumi, di dasar lautan dan di atas udara kita sepenuhnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sepenuh-penuhnya untuk kesejahteraan rakyat.

Pertambangan PT. Atlasindo Utama mengakibatkan kerusakan-kerusakan alam antara lain (1) perubahan Topografi. Sistem “open cut” yang digunakan oleh PT. Astlasindo Utama sangat jelas akan merubah bentang alam (memangkas bukit secara keseluruhan dari arah level puncak (321 m dpl sampai level terendah 140 m dpl). (2) Perubahan Hidrologis. Sebagai mana hukum alam bahwa air hujan akan diserap tanah secara efektif, dengan penambangan ini air limpahan akan meningkat secara bertahap sebagai akibat dari berubahnya nilai kosfisien “run up”. Air limpahan yang cukup besar tersebut akan terjadi pada jenjang yang ditinggalkan, terutama pada jenjang yang memiliki kemiringan “overall slop” 450. (3) Perubahan kesuburan tanah karena pengupasan “overburden” akan menghilangkan unsur hara oleh pencucian air hujan dan erosi. (4) Perubahan Persediaan Bahan Galian karena gunung tersebut terus di bongkari (dengan volume 314.600 BCM per tahun).

PT. Atlasindo Utama terus mengeruk keuntungan (profitabilitas) dan di pihak yang berseberangan banyak masyarakat yang dirugikan seperti (para petani yang kehilangan lahan garapannya dan artinya hilang sumber ekonominya; banyak rumah-rumah milik warga disepanjang jalan yang dilalui armada angkutan (dump truck), dindingnya mengalami retak-retak akibat getaran yang ditimbulkan dump truck pengangkut bahan galian; banyak masyarakat yang mengalami gangguan pernafasan (ISPA) karena disebabkan oleh polusi udara yang juga ditimbulkan oleh lalu lintas dump truk pengangkut bahan galian; puluhan warga di Cikelak dirugikan karena sebagian lahan mereka yang berbatasan dengan jalan terpaksa diberikan Cuma-Cuma untuk pelebaran jalan bagi kepentingan lalu lintas dump truk pengangkut bahan galian.

Kegiatan penambangan ini telah memicu reaksi kuat dari masyarakat. Perundingan pun kerap kali digelar oleh kedua belah pihak yakni masyarakat dengan PT. Atlasindo Utama. Pada tanggal 6 agustus 2009 terjadi pertemuan antara kedua belah pihak yang berkonflik, di sana BPLHD Jabar sebagai mediator dan Camat Tegalwaru selaku pihak kesatu (mewakili warga), menghasilkan 12 kesepakatan yang tertuang dalam SURAT KESEPAKATAN no : 800.05/2619/BPLHD/2009. Namun hingga berakhirnya kesepakatan tersebut pada 6 Februari 2010 masih ada satu (1) poin pokok yang dilanggar oleh pihak PT. Atlasindo Utama yaitu GANTI RUGI LAHAN GARAPAN sebagaimana Pasal 4 ayat 9 Surat Kesepakatan.

PT. Atlasindo Utama memiliki WUP di Gn. Sirnalanggeng (334 Mdpl) Desa Cintalanggeng Kecamatan Tegalwaru. Kegiatan pertambangan PT. Atlasindo Utama sudah berlangsung dari tahun 2002. PT. Atlasindo Utama mendapatkan hak WUP di Gn. Sirnalanggeng yang sebelumnya adalah tanah negara yang di kelola oleh BUMN Perhutani dengan cara Ruistlag. 20 hektar luas Gn. Sirnalanggeng diganti dengan 40 hektar areal ruistlag yang berada di Kabupaten  Purwakarta. Terkait Ruistlag ini ada beberapa versi yang berkembang, seperti 20 Ha Gn.Sirnalanggeng diganti dengan lahan 40 Ha di Kab.Purwakarta sampai dengan adanya sewa-menyewa lahan antara PT. Atlasindo Utama dengan Perhutani seperti yang ditemukan dalam UKL UPL PT.Atlasindo Utama yang terbit tahun 2002 sebelum adanya AMDAL.

Jika melihat Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor :  2 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah  Kabupaten Karawang Tahun 2011 - 2031 dimana Kecamatan Tegalwaru merupakan kawasan lindung, hutan produksi, kawasan serapan air bukan termasuk sebagai wilayah Pertambangan, namun kenapa Pemerintah Daerah sepertinya hanya menjadikan RTRW sebagai kamuplase belaka atas apa yang terjadi saat ini di Kabupaten Karawang, aturan hanya merupakan sebuah artikel yang disimpan diatas meja atau didalam lemari tanpa adanya realisasi sesuai dasar aturan yang sudah ada, karena jika melihat aturan bahwa pertambangan yang dilakukan oleh PT. ATLASINDO melanggar Perda Kabupaten Karawang Nomor :  2 Tahun 2013 Tentang RTRW Kabupaten Karawang Tahun 2011 - 2031.


Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment