ADAT ISTIADAT TIADA NUSANTARA HANCUR


Karawang adalah wilayah yang terbentuk oleh masyarakat yang mempunyai karakter. Masyarakatnya sangat teliti dalam mengelola lingkungan, terutama dari segi hasil alam. Masyarakat Karawang mengenal ilmu tatanen (pertanian) sejak ratusan bahkan ribuan tahun silam, hal itu bisa dibuktikan dari temuan-temuan yang dikumpulkan dan di data oleh tim pepeling karawang. Contohnya penemuan fosil singkong dan fosil kacang-kacangan serta fosil lainnya yang terhampar di wilayah Kabupaten Karawang.

Belum lagi sekam sekam atau kulit padi yang terdapat di batu bata kompleks percandian Candi Jiwa yang usianya diperkirakan lebih tua dari candi borobudur. Ilmu bercocok tanam orang Karawang sangat unik, karena pengaplikasiannya selalu mengedepankan kelestarian lingkungannya. Dahulu daerah pegunungan dibiarkan lebat dan tidak dijamah, pohon-pohonnya dibiarkan tumbuh tinggi menjulang bahkan konteks hutan lebih menjurus pada leuweung wiwitan atau dengan kata lain dahulu terdapat hutan larangan yang secara harfiah tidak boleh tersentuh sedikitpun oleh manusia. 

Hal ini bukanlah tahayul atau mistis, justru dengan diterapkannya sistem seperti itu menjaga keutuhan lingkungan agar metabolisme alam tetap terjaga, dengan kata lain jika hutannya terjaga maka musim tatanen (bertani) bisa ditentukan secara akurat. Kapan memulai bertani,memanen,dan paceklik hal itu ditentukan oleh tetua (Ketua) kampung atau tokoh adat di masing masing wewengkon (wilayah) yang mengatur ritme tatanen itu sendiri. Hari ini, kita sangat sulit menemukan sebuah sistem seperti itu, dimana warga dan wilayahnya dibiarkan berkembang dengan pola tersendiri yang mana pola tersebut sangat mengedepankan kelestarian alam. 

Hutan yang sejatinya tidak boleh dijamah, sekarang tergerus oleh tangan-tangan manusianya itu sendiri. Seperti penebangan pohon, batuan yang diambil tanpa melihat efek kerusakannya, belum lagi hutan adat yang dahulu disediakan untuk menyerap polutan dan memberikan sumber kehidupan bagi warga yang berada di wilayahnya saat ini ditiadakan dan diratakan untuk lahan kawasan industri, maka melihat kenyataan yang terjadi saat ini jangan heran bila Karawang selalu diterpa bencana banjir, longsor bahkan rentan mengalami penurunan kontur tanah karena alam yang dulu disediakan oleh nenek moyang kita beralih fungsi dari yang seharusnya kita jaga, kita pelihara dan tetap kita fungsikan sebagaimana mestinya. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). (41) Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”(42), (Q.S. Ar-Rum ayat 41-42)

Pemerintahan tidak pernah mau belajar dari rentetan bencana yang terjadi, masyarakat yang melupakan sejarah dan tidak pernah mau tahu perjalanan panjang tanah Karawang, apa itu lumbung padi ?, apa yang disebut leuit salawe jajar ?, apa yang dimaksud dengan buana paksi panca tengah ?, lengkap sudah penderitaan yang diciptakan, jika terus seperti ini maka alam akan memberikan sabdanya kepada manusia yang melupakan hakekat dan arti pentingnya alam untuk kehidupan.
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment