LENTERA TANPA MAKNA


Manusia terlahir sebagai insan sosial yang secara nyata harus bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada disekitarnya, hakekat dan kenyataan hidup harus dijalani dengan berbagai kondisi dan keadaan, namun dilain sisi aturan dalam hidup harus dijadikan sebagai acuan dalam melangkah baik acuan yang tersurat maupun acuan yang tersirat sehingga secara perlahan manusia mampu memaknai akan nilai-nilai kehidupan yang dijalaninya.

Cara pandang, pola pikir, keadaan hidup, tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman sangatlah mempengaruhi manusia dalam melihat suatu objek, sehingga munculnya tafsir yang merupakan buah pikir dari kemampuan yang dimiliki manusia sehingga muncul teori yang kemudian menjadi kebanggaan, padahal yang seharusnya teori merupakan acuan dasar untuk manusia berfikir akan nilai-nilai yang sesungguhnya bukan benar-benar dijadikan sebagai bahan untuk sebuah kepercayaan.

Perjalanan panjang kehidupan yang harus kita yakini seiring dengan terbatasnya hidup manusia setidaknya bisa menjadikan bahan dalam proses untuk berbuat, nilai hidup yang sesungguhnya akan kembali lagi pada manusia itu sendiri dalam memaknai hidupnya, kandungan dalam kitab suci Al-quran sudah sangatlah jelas sebagai pandangan hidup bagi manusia baik al-quran yang tersurat maupun al-quran yang tersirat tinggal sejauh mana manusia mengaplikasikannya dalam kehidupan.

Belajar memahami itu tidaklah mudah mengingat manusia terkadang lebih gampang memahami orang lain dibandingkan dengan memahami dirinya sendiri atau jika mengutip dalam pribahasa “semut diujung lautan terlihat, gajah dipelupuk mata tidak terlihat”, manusia lebih mudah membicarakan orang lain, mengoreksi kesalahan orang lain dibandingkan dengan belajar mengevaluasi diri dari apa yang sudah dan akan dijalani dalam mengisi hidup ini.

Kehidupan begitu asik dalam realita nyata, dimana kita dituntut untuk terus belajar dan belajar memahami diri dan memahami kehidupan ini, manusia bisa terus belajar dalam setiap langkah dan setiap tarikan nafas mengingat semua yang manusia lihat dan rasakan adalah momen dan guru terbaik dalam membangun hakekat dan membentuk diri dengan belajar memilih serta memilah akan nilai manfaat dan nilai madharat dalam menjalani proses hidup yang begitu singkat.

Belajarlah dari pribahasa “diatas langit masih ada langit”, sebagai manusia tidaklah pantas untuk sombong dan merasa diri paling tahu akan sesuatu hal mengingat tingkat ilmu pengetahuan, wawasan, pengalaman manusia ada tingkatan batas kemampuannya maka dari itu ada kewajiban manusia untuk “hablumminnanas” dimana manusia harus mampu menjaga silaturahmi dengan sesama manusia untuk bisa saling berbagi dari batas yang tidak dimiliki oleh manusia itu sendiri, setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan maka dari itu betapa pentingnya untuk bisa saling menjaga dan menjalin silaturahmi antar manusia dengan manusia bisa saling melengkapi dari kekurang dan kelebihan tanpa dilandasi oleh nafsu dan keegoisan.

Belajarlah pada diri dimana kita akan menemukan unsur alam pada diri, belajarlah pada alam maka kita akan menemukan unsur diri didalamnya”, guru lahir adalah sareat untuk memberikan petunjuk kepada manusia untuk menggali nilai yang sebenarnya, guru bathin adalah hakekat yang merupakan filter diri supaya manusia tidak terjebak dalam satu kondisi ketaklidan, maka dari itu belajarlah melangkah dengan setiap langkah yang kita lakukan ada nilai manfaat baik itu untuk diri sendiri maupun untuk yang ada disekitar kita.

Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment